KISAHKU TAK BERUJUNG

1. Ini aku
  Panggil saja aku Tama, aku remaja berusia 18tahun kelahiran Pontianak Kalimantan Barat.
Kini aku berstatus sebagai mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta yang bisa dibilang Kota Pelajar (pagi ampe soreh, kalau malem ga'tau deh).
   Kini aku akan berbagi kisahku kepada kalian.
Ini awal perjalanan kisah nyata dari kehidupan ku, aku lahir di kota Pontianak Kalimantan Barat, terlahir dari dua pasang insan yang dipertemukan oleh jodoh yang telah di tetapkan Nya, merekalah orangtua ku. Aku terlahir di keluarga sederhana, Ayah dan Ibu (Ayah/ Bapak ku bernama Armin dan Ibu ku Indrawati) bekerja sebagai PNS di dinas Pertanian Kalimantan Barat sebagai petugas pengamat lapangan, aku adalah anak pertama mereka dan aku mempunyai tiga orang adik. Adik ku yang pertama lahir hampir dua tahun setelah kelahiran ku, namanya Laily Qamariah, panggil saja Laily (dia ini adik yang paling ku sayang, walau terkadang sangat menyebalkan, alias suka iseng), adik ku yang ke dua lahir enam tahun setelah kelahiran kakaknya Laily, namanya M. Andry Saputra bisa di panggil Aan (ga' tau dari mana tuh nama panggilan tercetus, tapi ini adik yang paling nurut kalau di suruh, tapi mesti ada imbalan, ciri-ciri otak pebisnis), dan setelah satu tahun kelahirannya lahir anak terakhir dari orangtua ku dan menjadi adik ku yang ke tiga, Refyta Aggraini namanya, biasa di panggil Refy (nih ade'ku yang paling nyebelin, anaknya tomboy gara-gara sering ikut si Aan main ama teman-temannya). Aku termasuk salah satu anak yang cerdas saat masih balita, saat aku berusia dua tahun aku amat di banggakan, mungkin karena saat itu aku hapal nama semua mentri dalam negri, percaya atau tidak kata ayah dari usia satu tahun aku telah terbiasa menyaksikan siaran berita (ga'tau deh setelah aku bersekolah di sekolah dasar jadi kurang nonton berita).
   Saat aku masih bayi sampai aku berusia empat tahun, keluarga ku tinggal di suatu daerah yang bernama sui itik (apa karena dulu banyak itik ya di situ), di sini kami tinggal di sebuah rumah yang dulunya adalah gudang pertanian milik kantor (ya ampun, pengen nangis kalau ngingat masa ini). Suatu hari saat Ayah dan Ibu diharuskan mengikuti pelatihan di Anjungan (nama daerah di kab. Pontianak), aku dan adik ku Laily di titipkan di rumah Bibi ku (Lebih sering Ku panggil dengan panggilan Ibu Titin dan suaminya Ayah Ngadio lebih sering ku panggil Ayah), Bibi tinggal di parit ahai (ga'tau de apa nama asli gang tempat tinggal Bibi, posisinya di jalan arteri supadio kab. Kubu Raya), Bibi mempunyai dua orang anak yang tidak jauh beda umurnya dengan kami, anak pertamanya bernama Akmal (beda tujuh belas hari denganku, katanyasih mau janjian lahir bareng, eh ternyata dia duluan lahir) sampai sekarang dia salah satu saudara yang paling akrab dengan ku, adiknya bernama Ikhsan (beda sepuluh bulan dengan adik ku Laily). Dan setelah itu kami jadi lebih sering di titipkan di rumah Bibi, kadang-kadang kami juga di titipkan di rumah Ai dan Neang yang beralamat di BLKI (Ai dan Neang panggilan sayang kami untuk paman dan Bibi Ayah/ kake'nya Akmal dan Ikhsan).

2. Keluarga besar
    Saat kami di titipkan di rumah Ai dan Neang, ada seorang anak yang menjaga kami, dia anak asuh dari Ai dan Neang, panggil saja Bang Wayan (Bang Wayan asli dari bali loh), Bang Wayan selalu menjaga kami dan menemani kami bermain (aku dan akmal aja yang ku ingat, soalnya masih ada fotonya). Di rumah neang kami cucu-cucunya biasa berkumpul, ada Aku dan Laily, ada Akmal dan Ikhsan, ada Hanum dan Lala (Hanum dan Lala adalah anak dari pasangan Bibi/Mamah Nini dan Papah Saufi), dan terkadang ada Dira dan Diva, Vira, dan Wesa (Dira dan Diva adalah anak dari pasangan Bapak Epi dan Bude Yati, Vira anak dari Bapak Ii dan Mamah Nini, dan Wesa adalah anak dari Ibu Beti dan ayah Yoyo). Dira, Diva, Vira, dan Wesa tidak bisa sering berkumpul karena tinggal di luar kota. Selain cucu-cucunya ada juga keponakan Ai dan Neang yang biasa berkumpul di rumah mereka, ada Rizal, Yuni, Azhar (panggilan akrab ku untuk mereka: Om Rizal, Tante Yuni, Pa'ci' untu paman azhar, he... aneh ya panggilan untuk paman azhar? aku juga lupa kenapa di panggil pa'ci', apa karena masih begitu muda ya?).
   
3. Sulit di lupa 1
  Suatu hari, ada kejadian yang tak pernah ku inginkan, menjelang siang saat Ibu ku baru selesai mencuci dan menjemur pakaian, aku bermain di tepi sungai (rumah kami dekat dengan sungai), entah bagaimana aku tercebur ke sungai, untung saja tidak begitu lama Ibu yang telah selesai menjemur pakaian-pakaian yang baru selesai di cuci segera mencari ku, karena sebelumnya aku sempat bermain di dekat Ibu, Ibu yang mengetahui aku tidak lagi bermain di dekatnya segera mencariku, Ibu mendengar suara ku yang memanggil-manggil dirinya dan segera menuju ke sungai (ku ga' bisa lupa saat itu, dan aku melihat Ibu begitu panik saat tau aku ada di sungai dan timbul tenggelam di bawa arus), untung saja saat itu aku sempat tersangkut di dahan pohon kering yang rebah ke sungai, Ibu yang jelas-jelas tidak bisa berenang kebingungan untuk menolong ku, seingat ku ada seorang lelaki paruh baya yang membantu, kalau tidak salah ia adalah tetangga kami. Setelah aku berhasil di selamatkan, Ibu menggendongku dalam pelukannya menuju Rumah yang hanya beberapa langkah dari sungai, (Masih ku Ingat wajah Ibu yang sedih dan meneteskan air mata saat menggendong diriku yang hampir mati tenggelam).
     
4. Happy with you
  Saat Ibu dan Ayah Ku berangkat kerja, aku dan Laily terkadang di titipkan di rumah tetanggaku, aku lupa nama keluarga mereka, tapi yang masih aku ingat betul adalah nama wanita muda yang merawat kami, Nur dan Jam (panggilan akrabku untuk mereka sampai sekarang adalah ka'Nur dan Ka'Jam, aku sudah lupa nama lengkap mereka). Saat aku dan Laily di jaga ka' Nur, kami selalu di ajak bermain ke rumah teman dan keluarganya, rumah teman dan keluarga ka' Nur tidak begitu jauh dari rumah kami (rumah ku dan ka' Nur maksudnya yang dekat dengan rumah mereka, ngerti kan?). Ada satu yang amat mengganggu kalau kami mau ke rumah mereka (rumah keluarga dan teman ka' Nur), aku fobia ketinggian, setiap mau kerumah mereka kami harus melewati jembatan penghubung yang amat tinggi dan panjang bagi ku saat itu (udah tinggi dalam pula sungai di bawahnya). Tetapi fobia itu tidak berlangsung lama, karena keberanianku untuk menyeberangi jembatan itu muncul secara tiba-tiba, hal itu terjadi saat Ibu baru pulang dari kantor, entah kenapa secara tidak sadar aku berlari menyeberangi jembatan panjang itu, padahal sebelumnya aku sangat takut untuk menyeberang (kaya'nya ada supermen nyusup ke badan ku, hehehe....).


5. Sintang, I coming
  Ini pertama kali aku mengikuti ayah berjalan ke luar daerah, kali ini ayah mengajakku mengunjungi paman ku di Sintang salah satu daerah di hilir, paman coy. Tapi untuk yang kali ini aku lupa kejadian apa saja yang terjadi saat itu.


6. Pindah rumah
  Saat usia ku baru berumur 3tahun keluarga kami pindah ke wilayah baru, kali ini kami menempati rumah yang dibangun dari uang hasil kerja ayah dan ibu ku, rumah yang cukup sederhana dan berada di kawasan yang menurut ku indah, karena di depannya ada sungai dan di seberang sungai ada sawah dan hutan yang cukup lebat. di samping kiri rumah kami hanya ada tanah rawa yg belum di manfaatkan, dan di sebelah kanan adalah satu-satunya rumah yang menjadi tetangga kami, rumah ini cukup besar menurut ku (besar ui, kata orang dia orang paling kaya di sini karena punya tanah ribuan hektar), Panggil saja wak como' (panggilan yang ku dapat dari orang-orang sekitar)

Comments